Cinta. Satu kata yang indah sepertinya. Akan tetapi dibalik itu semua, ternyata jatuh cinta membuat hati semakin sakit bila tak diiringi taqwa kepada-Nya. Cinta yang dibicarakan disini adalah cinta kepada dia, salah satu makhluk ciptaan-Nya bernama manusia, lawan jenis, bukan cinta kepada kedua orang tua atau cinta kepada sesama. Ya, cinta asmara. Cinta remaja. Cinta seorang mahasiswi dengan mahasiswa maupun sebaliknya. Melentikkan jemari untuk menuliskan tentang ini bukanlah suatu hal yang mudah, mengingat seorang perempuan terkadang “baper” nya ketinggian, sehingga harus diturunkan.
Mengutip salah satu kalimat dari Mbk Dewi N. Aisyah yang pernah diri ikuti di salah satu forum diskusinya, bahwa
“Cinta, ruh yang mengalir lembut, menyenangkan, bersinar, jernih dan ceria…
Cinta, luh yang mengalir lembut, menyesakkan, berderai, jerih dan badai…”
Cinta itu indah bungkusnya, menyenangkan, membuat hati ceria dan selalu termotivasi ((saat ada dia)). Percaya atau tidak, itulah yang dirasakan manusia ketika jatuh cinta. Namun, apa akan seterusnya seperti itu? Tentu saja pada kalimat selanjutnya adalah, cinta hanya akan membawa luka. Membuat hati semakin nestapa. Saat tidak ada dia, rindu merajalela. Nafsu makan tak ada, semangat belajar sirna, dan tentunya lupa dengan yang memberi cinta yaitu Dia Yang Mahakuasa. Betapa mengerikan jatuh cinta itu.
Bukankah jatuh cinta itu wajar? Ya, jatuh cinta itu wajar. Apalagi untuk remaja seusia kita sekarang ini, yang lagi senang-senangnya mencari calon pasangan hidup ((padahal juga masih kuliah)). Apa tidak malu tuh sama orang tua? Semenjak kejadian yang tidak pernah diduga, diri semakin sadar bahwa ada yang lebih berhak dicintai daripada mencintai. Betapa menyakitkan mencintai itu jika yang dicintai tidak pernah tahu kalau dicintai ((awas baper!!)). Siapa yang lebih berhak dicintai? Itulah yang sekarang halal untuk dicintai yaitu bapak dan ibu kita. Ingatlah bahwa ridho-Nya terletak pada ridho orang tua. Syukur kita pada-Nya adalah paling pertama dan utama sedangkan selanjutnya Dia memerintahkan kita untuk bersyukur pada kedua orang tua. Berbakti kepadanya meski tak selamanya kita sependapat dengan mereka.
Berbicara mengenai orang tua, betapa tidak akan ada habisnya tulisan-tulisan tentang mereka. Bayangkan saja ketika tidak ada mereka, lantas siapa yang akan selalu menemani saat sedih dan senang kita? Siapa pula yang selama ini telah membiayai sekolah kita? Keringat pun entah sudah berapa ratus liter mereka teteskan demi mencari nafkah untuk kita. Lalu, apa akan begitu saja kita meninggalkan mereka dan menggantikannya dengan mencintai orang lain yang beum halal?
Selain orang tua, siapa lagi yang harus kita cintai? Masih sangat banyak. Saudara-saudara kita dan juga semua guru-guru yang telah memberikan ilmu pada kita. Jatuh cinta itu memang indah, sekali lagi memang indah. Akan tetapi, apakah ada yang menjamin itu akan berlaku selamanya selagi semua belum halal? Itu yang harus selalu dipertanyakan ketika virus itu mulai menyerang diri kita. Percaya atau tidak, jatuh cinta membuat kita akan kehilangan fokus pada tujuan utama. Apa kita mau, kalau dia mencuri bahkan menghilangkan seluruh impian kita? Tidak mau, bukan?
Lantas, bagaimana ketika rasa itu sudah tidak lagi dapat dicegah? Pertanyaan yang cukup berat, memang. Berbagai insan yang pernah diri temui dalam diskusi mengatakan bahwa, cukup diam dan rasakan sendiri lewat doa-doa kita. Percaya akan takdir-Nya, bila jodoh ya pasti akan dipertemukan, bila tidak ya berarti akan dijauhkan. Masih mau nangis kalau ternyata dia tidak berjodoh dengan kita? Ya Allah, semoga racun cinta tidak sampai mematikan kita, amin. Kedua, jawaban orang idealis adalah biarkan saja rasa itu ada tapi jangan berlebihan. Bagi kaum hawa lebih tepatnya, jangan hiraukan laki-laki yang sepertinya perhatian atau dipandang agak gimana gitu. Mengapa? Karena sebenarnya sifat fitrah seorang laki-laki adalah seperti itu. Saat dekat dengan perempuan, maka jiwa kepemimpinan dan naluri mengayominya akan keluar dalam bentuk perhatian itu tadi. Maka jika sudah telanjur sangat sukanya dengan mereka (kaum adam) jangan cemburu bila mereka juga melakukan hal yang sama kepada perempuan lain seperti apa yang kita dapatkan darinya. Kelemahan mereka adalah pada mata. Ingat itu!
Begitu pula untuk kalian wahai lelaki. Kenalilah bahwa perempuan itu fitrahnya ingin dilindungi, diperhatikan, dan dicintai dengan kelembutan, pokoknya segala yang mengindahkan hati. Jadi, sangat wajar bila mereka banyak “baper” nya daripada berlogika. Jangan heran bagi kalian yang merasa disukai banyak perempuan karena ya memang, itulah perempuan. Melihat sosok yang terlihat “sempurna” dan membuat nyaman jiwa ditambah lagi jika mungkin kalian juga sholeh, pasti tuh para kaum hawa ini langsung meleleh. Inilah perempuan, dimana mudah menaruh rasa pada sosok yang dikenalnya. Ya, mungkin saja ada yang lebih baik si di luar sana, hanya saja belum bertemu sehingga apa yang ada sekarang, itulah dambaannya. Masyaallah, Allah Mahakuasa menciptakan jenis laki-laki dan perempuan dengan segala keunikannya, Subhanallah.
Jatuh cinta, tapi belum halal, mau pacaran? Eitss, ini adalah keputusan yang salah. Jatuh cinta tapi belum halal, harusnya segera dihalalkan, bukan? Apa sudah siap? Masih mahasiswa, belum lulus, belum bekerja, belum membahagiakan orang tua dan seluruh manusia disekitarnya, mau nikah? Ya, kecuali yang memang sudah benar-benar berazam si pasti bisa. Namun, percayalah bahwa semakin dirasa semakin sakit di hati. Jatuh cinta kepada dia hakikatnya memiliki keinginan juga untuk memiliki selamanya. Tidak ingin apabila kemudian cintanya bertepuk sebelah tangan. Ya tapi sulit, bukan? Kita kan tidak tahu apa dia juga menaruh perasaan yang sama atau tidak. Maka dari itu, sudah cukup dan sudahi saja rasa-rasa tidak jelas itu. Eh, tiba-tiba dapat kata-kata yang bagus dari lirik sebuah lagu, sangat cocok bila dimasukkan dalam tulisan ini. Mohon izin sahabat,
“Well if you can’t get what you love. You learn to love the things you’ve got”
–Things that Stop You Dreaming-
Ini bukan berarti kita menyerah, akan tetapi lebih kepada bersyukur atas apa yang kita miliki sekarang. Cinta juga bukan hanya karena rasa suka dia awal saja, melainkan banyak juga cinta yang dibangun ketika berumah tangga, ketika cinta itu benar-benar halal untuk dinyatakan, diberikan, kepada orang yang benar-benar berhak menerima yakni suami atau istri-istri kita nanti. Jadi, cinta suci adalah cinta yang sesuai dengan perintah dan ridho-Nya.
Jika sudah tak bisa dibendung lagi, maka yang ada sekarang hanya bisa banyak-banyak berdoa, sabar, dan ikhlas. Berdoa agar selalu diberikan rasa yang wajar-wajar saja tanpa menyakiti banyak orang dan tanpa lalai terhadap orang-orang yang lebih berhak dicintai. Sabar ketika harus menunggu entah sampai kapan hingga benar-benar siap untuk dihalalkan. Ikhlas ketika memang ternyata yang kita cintai tidak mencintai kita dan ada banyak orang yang mencintainya, bahkan dia mencintai orang lain. Sedih dan sakit, memang. Tapi itulah konsekuensi ketika kita mencintai dalam diam. Ketika memang harus memegang bara api yang jika dilepas maka agama akan jatuh. Ingatlah satu hal bahwa masih ada banyak manusia di luar sana yang mungkin saja lebih baik dari dia. Ingatlah bahwa kita baru mengenal dia saja, belum orang lain. Namun, jika sudah sangat maksimal kita tidak bisa menahan lagi, ya coba berceritalah kepada orang yang dipercaya agar memberikan nasihat kepada kita.
Tidak ada yang bisa disalahkan dalam satu “masalah” ini. Apa ini masalah? Tentu bukan masalah. Akan tetapi, akan menjadi masalah ketika semuanya berlebihan. Sekuat apapun iman kita, jika sudah kalah sama musuh yang satu ini, tumbang sudah. Siapa musuh itu? Dia adalah setan yang terkutuk, yang menggoda manusia sampai jatuh ke jurang kebinasaan, nauzubillah. Maka, hati-hatilah dengan hati manusia. Hati-hati dengan perasaan, ia akan membunuhmu pelan-pelan jika kau tak bisa mengendalikannya. Pantaslah jika Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa kebanyakan penyebab manusia masuk neraka adalah lisan dan kemaluannya. Betapa sulitnya menjaga kemaluan itu. Salah satu penyebabnya adalah dimulai dari rasa itu. Rasa dimulai dari pandangan. Maka jagalah pula pandangan itu. Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya. Dari mata turun ke hati, dari hati turun kemana-mana.
Mari senantiasa perbaiki diri, wahai anak muda. Ingat kita masih kuliah. Masih ada banyak waktu yang tak boleh disia-siakan. Masih ada harapan-harapan orang tua yang harus kita wujudkan.
~Terima kasih untuk insan-insan terpilih yang selalu memberikan nasihat kepada diri dan terima kasih telah mengajarkan untuk “melupakan” cinta…~